September 6, 2025
download

 

Padang Pariaman – Praktik penahanan ijazah oleh pihak SMKN 1 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, menuai protes keras dari orangtua siswa. Sejumlah lulusan dari tahun 2022 hingga saat ini mengaku belum menerima ijazah mereka karena belum menyelesaikan kewajiban administrasi yang diduga sebagai pungutan liar.

Padahal, berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2022 dan Nomor 23 Tahun 2020, sekolah dilarang menahan ijazah siswa dengan alasan apapun. Hal ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat Drs. Barlius, M.M Nomor 100.3.4.4/2819/Disdik-24, yang melarang keras penahanan ijazah oleh satuan pendidikan.

Secara hukum, tindakan menahan ijazah juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak anak, pelanggaran hak asasi manusia, serta dapat dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, yang ancaman hukumannya adalah pidana penjara.

Namun ironisnya, menurut penuturan salah satu wali murid, pihak sekolah tetap menolak menyerahkan ijazah dengan alasan adanya tunggakan pembayaran komite. “Kami sudah mencoba mengambil ijazah, tapi pihak sekolah mengatakan tidak bisa karena masih ada tunggakan yang harus dibayar. Kami berharap ada kebijakan yang lebih manusiawi, mengingat kondisi ekonomi saat ini sangat sulit,” ujar orangtua tersebut kepada wartawan.

Kepala SMKN 1 Enam Lingkung, Alza Syofyan Andri B, S.Pd, membantah pihaknya menahan ijazah. Menurutnya, sekolah hanya meminta orangtua siswa hadir langsung untuk menyelesaikan administrasi yang masih tertunggak. “Kami tidak serta-merta menahan ijazah. Ijazah bisa diambil apabila orangtua datang langsung dan menyelesaikan kewajiban administrasi,” jelasnya.

Namun, pernyataan tersebut dianggap banyak pihak sebagai upaya pembenaran terhadap praktik yang bertentangan dengan prinsip pendidikan inklusif dan kebijakan pemerintah pusat terkait pendidikan gratis melalui pendanaan BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Berdasarkan data resmi, SMKN 1 Enam Lingkung menerima dana BOS tahap dua tahun 2024 sebesar Rp568.000.000 untuk 710 siswa. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan operasional, termasuk pelaksanaan pembelajaran, pemeliharaan sarana, dan pembayaran honor tenaga pendidik. Namun, muncul dugaan bahwa alokasi dana tersebut tidak transparan, bahkan ada kecurigaan praktik mark-up.

Penggunaan dana BOS di antaranya mencakup:

  • Administrasi kegiatan satuan pendidikan: Rp192.978.149
  • Pengembangan perpustakaan: Rp116.373.000
  • Pemeliharaan sarana dan prasarana: Rp105.927.970
  • Langganan daya dan jasa: Rp50.029.420
  • Pembayaran honor: Total lebih dari Rp70 juta

Kondisi ini semakin memperkuat dugaan adanya pungutan yang tidak seharusnya dibebankan kepada siswa, mengingat dana BOS seharusnya menutup seluruh kebutuhan dasar operasional sekolah.

Tindakan penahanan ijazah, yang diduga keras sebagai buntut dari tidak dibayarkannya pungutan liar tersebut, telah dianggap sebagai langkah tidak manusiawi oleh banyak kalangan. Mereka menilai pihak sekolah secara sadar telah menghambat masa depan anak-anak hanya karena alasan administrasi yang seharusnya tidak dibebankan kepada peserta didik.

Sejumlah pihak mendesak agar Dinas Pendidikan Sumatera Barat dan aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki kasus ini. Selain itu, audit independen terhadap penggunaan dana BOS di SMKN 1 Enam Lingkung juga diminta agar transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik di sektor pendidikan dapat terwujud. (red)