
Padang Pariaman –
Pembelian buku Lembar Kerja Siswa (LKS) seharusnya dibiayai dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan diberikan secara gratis kepada siswa, sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku. Namun, ironisnya, praktik yang bertentangan dengan regulasi ini diduga terjadi di MTsN 2 Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Kepala sekolah MTsN 2 Padang Pariaman diduga menjual buku LKS seharga Rp12.000 per eksemplar kepada siswa melalui koperasi sekolah. Praktik ini dinilai sebagai bentuk pungutan yang tidak sesuai aturan, bahkan berpotensi menjurus pada komersialisasi pendidikan.
Berdasarkan laporan yang diterima tim media, buku LKS tersebut dibeli oleh siswa secara langsung, padahal dana BOS tahun 2023 telah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan buku dan kegiatan pembelajaran lainnya, seperti:
- Pengadaan Buku Umum dan PAI: Rp 80.000.000
- Kegiatan Pembelajaran: Rp 86.000.000
- Total Alokasi Dana BOS 2023 (berbagai komponen): Lebih dari Rp 800 juta
Dengan anggaran sebesar itu, publik mempertanyakan mengapa siswa masih harus membeli buku LKS secara mandiri.
Menanggapi isu tersebut, Kepala Sekolah MTsN 2 Padang Pariaman menyatakan bahwa seluruh penggunaan dana yang tercantum dalam DIPA telah sesuai regulasi, bahkan telah diaudit oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dan tidak ditemukan penyimpangan.
“Sekolah kami memiliki tiga kampus: Pauh Lambat, Batang Anai, dan Padang Kandang. Semua pengeluaran, termasuk untuk perlombaan dan kebutuhan yang tidak tercakup dalam DIPA seperti alat drum band dan taman, menggunakan dana yang dikumpulkan dari siswa secara sukarela melalui koperasi. Tidak ada pemaksaan,” ujarnya.
Ia meminta agar pemberitaan dilakukan secara objektif, tanpa unsur fitnah yang bisa menjatuhkan reputasi sekolah maupun dirinya sebagai pimpinan.
Menurut regulasi:
- Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2008 menyebutkan bahwa sekolah dilarang menjual buku kepada siswa dalam bentuk apa pun, termasuk LKS.
- Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif dan bagi guru PNS, berpotensi diberhentikan tidak hormat.
- Dana BOS harus digunakan untuk kebutuhan operasional dan pembelajaran siswa, termasuk pengadaan buku pelajaran, tanpa membebani peserta didik.
Sejumlah orang tua siswa dan pemerhati pendidikan mendesak agar inspektorat Kementerian Agama serta Ombudsman turun tangan melakukan penelusuran menyeluruh atas dugaan penyimpangan ini.
Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap pengelolaan dana BOS dan praktik koperasi sekolah, agar tidak keluar dari tujuan utama pendidikan: mencerdaskan anak bangsa tanpa diskriminasi ekonomi.
(TIM)