
Padang Pariaman — Dunia pendidikan di Kabupaten Padang Pariaman kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kali ini, sorotan tertuju pada SMP Negeri 1 IV Koto Aur Malintang yang diduga telah melakukan pungutan sebesar Rp150.000 per siswa untuk kegiatan tari, serta praktik mark-up dalam pengelolaan dana BOS tahun 2024.
Ironisnya, pungutan tersebut bertentangan dengan surat edaran resmi Bupati Padang Pariaman Nomor: 420/21/84/DISDIKBUD/2025 yang secara tegas melarang segala bentuk pungutan di lingkungan pendidikan tingkat TK/PAUD, SD, dan SMP.
Tak hanya pungli, Kepala Sekolah SMPN 1 IV Koto Aur Malintang juga diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 12 ayat (1) UU tersebut, disebutkan bahwa setiap pejabat atau pegawai negeri yang terbukti melakukan pungli dapat dikenakan sanksi pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Berdasarkan penelusuran awak media, penggunaan dana BOS tahap I dan II tahun 2024 yang diterima sekolah tersebut masing-masing senilai Rp226.050.000 dan Rp224.546.060, memunculkan sejumlah kejanggalan. Sejumlah item seperti pengembangan perpustakaan, asesmen pembelajaran, hingga pemeliharaan sarana dan prasarana diduga mengalami mark-up signifikan. Misalnya, kegiatan pengembangan perpustakaan tercatat mencapai Rp105 juta lebih, sementara nilai realisasi idealnya jauh di bawah angka tersebut.
Selain itu, sejumlah wali murid juga menyuarakan keluhan mereka terkait pungutan uang tari sebesar Rp150.000 yang dianggap membebani dan tidak sesuai dengan peraturan.
“Kami tidak pernah diberi penjelasan resmi. Tahu-tahu anak-anak disuruh bayar Rp150 ribu untuk kegiatan tari. Padahal katanya dilarang pungutan,” keluh salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Sekolah SMPN 1 IV Koto Aur Malintang membantah tudingan tersebut.
“Kami menyediakan buku sesuai dengan kebutuhan. Sekolah tidak ada melakukan pungutan. Seluruh anggaran kegiatan menyesuaikan dengan ARKAS yang direncanakan dan kebutuhan sekolah,” ujarnya singkat.
Namun, yang lebih memprihatinkan, setelah pemberitaan dugaan pelanggaran ini mencuat, muncul laporan bahwa salah satu guru di SMPN 1 IV Koto Aur Malintang melakukan intimidasi terhadap para siswa. Guru tersebut diduga melontarkan pernyataan bernada marah seperti:
“Bilang sama orangtua kalian itu, kalian kan tidak dipaksa sekolah di sini. Kenapa kalian melaporkan kami dan memberitakan macam-macam?”
Tindakan ini dinilai sangat tidak etis dan berpotensi menambah tekanan psikologis kepada siswa.
Masyarakat kini berharap agar Dinas Pendidikan dan pihak berwenang di Padang Pariaman segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh. Transparansi pengelolaan dana BOS dan perlindungan terhadap hak-hak peserta didik harus menjadi prioritas utama.
Kasus ini menjadi cerminan betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap lembaga pendidikan agar tidak melenceng dari fungsinya sebagai tempat mendidik dan mencetak generasi berkualitas. (red )