
Presiden Prabowo Subianto secara menghebohkan siap mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset milik koruptor. RUU ini hingga kini mandek di DPR dan tak jelas kapan dibahas dan disetujui DPR.
Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat membutuhkan UU Perampasan Aset untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tapi kabar terbaru Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungan penuh terhadap pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi.
Hal ini disampaikan Prabowo dalam sambutan peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
“Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo dengan lantang dari atas panggung.
Prabowo pun melanjutkan seruannya dengan mengajak buruh untuk bersama-sama melanjutkan perlawanan terhadap korupsi di Indonesia.
“Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” tanyanya.
Dalam perkembangan terakhir di legislatif, RUU Perampasan Aset gagal masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025.
Hal ini menjadi janggal karena RUU Perampasan Aset sebelumnya berhasil masuk prolegnas prioritas 2023 dan 2024 meski juga tidak kunjung dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Bahkan, Presiden ke-7 Joko Widodo sudah berungkali meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana segera diselesaikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Menurut Jokowi, respons cepat seperti pengesahan UU Pilkada bisa diterapkan juga untuk pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset.
“Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak. Misalnya seperti RUU Perampasan Aset,” kata Jokowi dalam keterangannya dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (27/8/2024) lalu.
Jokowi menuturkan, RUU tersebut sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.
“(RUU Perampasan Aset) Juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita, juga bisa diselesaikan oleh DPR,” jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah sudah mengusulkan RUU Perampasan Aset ini ke DPR sejak 2012.
Usulan itu dilakukan setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian sejak 2008.
RUU Perampasan Aset dianggap dapat mengubah tiga paradigma dalam penegakan hukum pidana.
Pertama, pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana, bukan hanya subyek hukum sebagai pelaku kejahatan, melainkan aset yang diperoleh dari kejahatan.
Kedua, mekanisme peradilan terhadap tindak pidana yang digunakan adalah mekanisme peradilan perdata.
Ketiga, terhadap putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana seperti yang dikenakan terhadap pelaku kejahatan lainnnya.
Dengan adanya RUU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku.
Hal itu juga dikenal dengan istilah non-conviction based (NCB) asset forfeiture.
Pada 4 Mei 2023, pemerintah juga telah mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset.
Akan tetapi, sejak surpres diterima DPR RI, setidaknya sudah enam kali rapat paripurna diselenggarakan, tapi tidak ada satu pun yang membacakan hasil RUU Perampasan Aset.
Tuntutan Buruh: RUU Perampasan Aset Segera diUndangkan
Diketahui, pengesahan UU Perampasan Aset menjadi salah satu tuntutan buruh pada May Day 2025.
Ada enam isu yang disuarakan buruh pada May Day tahun ini.
“Yang pertama (buruh suarakan) adalah hapus outsourcing. Yang kedua adalah upah layak. Yang ketiga adalah bentuk Satgas PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Poin keempat, buruh bakal menyuarakan agar pemerintah mengesahkan RUU Ketenagakerjaan yang baru.
Mereka berharap RUU itu benar-benar melindungi buruh, bukan omnibus law. Berikutnya, buruh juga menuntut disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
“Dan yang keenam adalah berantas korupsi, sahkan RUU Perampasan Aset,” tambah Said Iqbal.
Poin-poin Penting Tentang RUU Perampasan Aset:
RUU Perampasan Aset adalah rancangan undang-undang yang bertujuan untuk memungkinkan pemulihan aset hasil tindak pidana, terutama korupsi, tanpa perlu menunggu putusan pengadilan dalam perkara pidana.
Aset yang dirampas dapat berupa aset yang diperoleh dari tindak pidana, aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, atau aset yang bernilai tertentu (misalnya Rp100 juta).
Tujuan RUU Perampasan Aset:
RUU ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan aset hasil tindak pidana, sehingga kerugian negara akibat korupsi dapat dikurangi.
Selain itu, perampasan aset juga diyakini dapat memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana, karena aset mereka tidak hanya akan dihukum, tetapi juga disita.
Mekanisme Perampasan Aset:
RUU Perampasan Aset memungkinkan pemulihan aset tanpa menunggu putusan pengadilan dalam perkara pidana.
Ini berarti, negara dapat langsung merampas aset yang diduga hasil tindak pidana, tanpa perlu menunggu pelaku tindak pidana dipidana terlebih dahulu.
Jenis Aset yang Dapat Dirampas:
RUU Perampasan Aset memuat ketentuan tentang jenis aset yang dapat dirampas, meliputi:
Perkembangan RUU Perampasan Aset:
RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2023, namun hingga saat ini belum disahkan.
DPR RI masih terus membahas RUU ini, dengan beberapa pihak untuk mendorong pengesahan segera.
Urgensi RUU Perampasan Aset:
Beberapa pihak menilai RUU Perampasan Aset sangat penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi dan tindak pidana ekonomi lainnya.
Dengan adanya RUU ini, negara dapat lebih efektif dalam memulihkan aset hasil kejahatan dan mencegah pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan kekayaan mereka.
Kritik dan Kontroversi UU Perampasan Aset:
Beberapa pihak juga memberikan kritik terhadap RUU Perampasan Aset, seperti kekhawatiran terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Oknum aparat penegak hukum (APH) dan yang memiliki kekuasaan berpotensi menyalah-gunakannya untuk tujuan tertentu. Akhirnya mengesampingkan asas praduga tak bersalah.
Sejumlah pihak berasumsi, UU Perampasan Aset sangat baik diterapkan jika oknum-oknum pejabat di institusi lembaga penegak hukum dan peradilan benar-benar berintegritas dan bersih dari tindak pidana korupsi.