Mei 24, 2025
482015745_614962111426704_2052703999663637750_n

 

Pendahuluan
Jembatan Jaghiang di Pauah Kamba, Kabupaten Padang Pariaman, memiliki nilai sejarah yang erat kaitannya dengan peristiwa militer pada tahun 1958. Pada masa itu, Indonesia sedang menghadapi gejolak pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), yang berujung pada operasi militer oleh pemerintah pusat untuk menumpas gerakan ini. Salah satu peristiwa penting terjadi di sekitar Jembatan Jaghiang, di mana pasukan dari Resimen Tempur III Divisi Diponegoro dikerahkan ke wilayah Sumatera Barat.

Kedatangan Tentara Pusat di Pauah Kamba
Pada tanggal 25 April 1958, tentara pemerintah pusat dari Resimen Tempur III Divisi Diponegoro tiba di Jembatan Jaghiang, Pauah Kamba, sekitar 15 km dari Kota Pariaman. Misi mereka adalah menumpas pasukan PRRI yang menguasai wilayah Sumatera Barat, termasuk daerah sekitar Pauah Kamba.

Di antara pasukan yang diterjunkan dalam operasi ini, terdapat beberapa tokoh yang di kemudian hari terlibat dalam peristiwa besar dalam sejarah Indonesia. Letnan Untung Syamsuri dan Mayor Abdul Latief, yang nantinya dikenal sebagai bagian dari Gerakan 30 September (G30S/PKI), juga ikut serta dalam operasi militer ini. Keduanya saat itu tergabung dalam Resimen Tempur II, yang ditugaskan di daerah Solok dan Tanah Datar.

Situasi di Pauah Kamba Saat Itu
Pada masa itu, Pauah Kamba menjadi salah satu titik penting dalam jalur strategis Sumatera Barat. Keberadaan Jembatan Jaghiang sangat vital dalam pergerakan pasukan, baik bagi pemerintah pusat maupun bagi pasukan PRRI yang menguasai daerah tersebut. Tentara pemerintah pusat menghadapi perlawanan sengit dari pasukan PRRI yang telah menguasai wilayah Sumatera Barat sejak pecahnya konflik pada awal 1958.

Tentara pusat yang dikerahkan dari Resimen Tempur III Divisi Diponegoro memiliki tugas untuk mengamankan jalur logistik dan transportasi, termasuk mengendalikan Jembatan Jaghiang yang menjadi penghubung penting di Pauah Kamba. Pertempuran antara pasukan pemerintah pusat dan PRRI di berbagai titik di Sumatera Barat berlangsung sengit, termasuk di sekitar Pauah Kamba dan daerah sekitarnya.

Dampak dan Signifikansi Sejarah
Kehadiran pasukan pusat di Pauah Kamba menandai upaya besar pemerintah dalam menumpas PRRI, yang saat itu mendeklarasikan perlawanan terhadap pemerintahan pusat di Jakarta. Meskipun operasi militer ini berhasil menguasai kembali daerah yang dikuasai PRRI, peristiwa ini meninggalkan jejak sejarah yang mendalam di Sumatera Barat.

Jembatan Jaghiang sendiri menjadi saksi bisu pergerakan pasukan militer pada tahun 1958. Tidak hanya sebagai infrastruktur penting, tetapi juga sebagai titik strategis dalam sejarah militer di Sumatera Barat.

Keterlibatan tokoh-tokoh seperti Letnan Untung dan Mayor Latief dalam operasi ini juga menjadi catatan menarik, mengingat mereka di kemudian hari terlibat dalam peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Ini menunjukkan bagaimana sejarah militer Indonesia saling berkaitan dalam berbagai periode waktu yang berbeda.

Kesimpulan
Jembatan Jaghiang Pauah Kamba tahun 1958 merupakan salah satu titik penting dalam sejarah operasi militer di Sumatera Barat. Kehadiran pasukan Resimen Tempur III Divisi Diponegoro di Pauah Kamba, serta keterlibatan tokoh-tokoh yang kelak menjadi bagian dari peristiwa besar dalam sejarah Indonesia, menjadikan jembatan ini bukan sekadar infrastruktur biasa, tetapi juga bagian dari sejarah perjuangan dan dinamika militer Indonesia.