
Jakarta —
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2023.
Pada Rabu (21/5), Tim Penyidik dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan di dua unit apartemen yang terletak di kawasan Jakarta. Kedua apartemen tersebut diketahui milik staf khusus eks Mendikbudristek berinisial FH dan JT. Penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari upaya pengumpulan alat bukti dalam penyidikan kasus yang merugikan keuangan negara hampir Rp 10 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa proyek pengadaan laptop tersebut tidak berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. “Pada 2019, sebenarnya sudah dilakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak efektif,” jelas Harli saat konferensi pers, Senin (26/5/2025).
Menurut Harli, penggunaan Chromebook sangat bergantung pada jaringan internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia, sehingga implementasi laptop tersebut dalam asesmen kompetensi minimum (AKM) menjadi tidak maksimal. “Tim teknis awal bahkan menyarankan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows. Tapi kemudian, arahnya justru diganti untuk menggunakan Chromebook,” tambahnya.
Dalam penggeledahan di Apartemen Kuningan Place milik FH, penyidik menyita empat unit handphone dan satu unit laptop. Sedangkan dari Apartemen Ciputra World 2 milik JT, tim berhasil mengamankan dua hardisk eksternal, satu flashdisk, satu laptop, dan sejumlah dokumen penting.
Barang-barang sitaan tersebut akan dianalisis secara menyeluruh untuk mencari kaitan antara individu maupun pihak yang terlibat dalam dugaan persekongkolan atau rekayasa spesifikasi proyek. “Kami akan membuka, membaca, dan mencocokkan seluruh dokumen serta perangkat digital untuk melihat sejauh mana keterlibatan mereka,” tegas Harli.
Pengadaan laptop yang digadang-gadang sebagai upaya percepatan digitalisasi pendidikan ini diketahui menyedot anggaran sebesar Rp 9,9 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp 3,5 triliun yang dibelanjakan langsung oleh satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kejagung menegaskan komitmennya untuk membongkar tuntas dugaan pemufakatan jahat dalam proyek raksasa ini. Jika terbukti bersalah, para pelaku akan dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi yang berlaku. Penyidikan akan terus dikembangkan, termasuk kemungkinan adanya tersangka baru dari lingkaran pejabat atau swasta yang terlibat dalam proyek tersebut.