
Padang Pariaman
Minimnya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa kembali menjadi perhatian publik. Di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, warga menyoroti adanya dugaan kuat penyalahgunaan dana nagari yang mencapai lebih dari satu miliar rupiah pada tahun 2024. Penyalahgunaan itu diduga dilakukan melalui praktik penggelembungan anggaran (mark up) dan pengalokasian dana untuk pos “keadaan mendesak” yang tidak jelas urgensinya.
Kasus ini mulai mencuat ke publik pada pertengahan Mei 2025, ketika laporan dan keluhan masyarakat mulai ramai dibicarakan di media sosial dan diliput media lokal. Kecurigaan terhadap pengelolaan dana nagari meningkat setelah rincian alokasi dana desa tahun 2024 menunjukkan kejanggalan dalam prioritas belanja dan besarannya.
Kejadian ini terjadi di Nagari Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Nagari ini kini menjadi percontohan buruk dalam tata kelola keuangan desa yang tidak transparan dan jauh dari prinsip akuntabilitas publik.
Minimnya pengawasan terhadap dana desa tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di wilayah pedesaan. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, malah berpotensi dimanfaatkan untuk memperkaya diri oleh oknum pejabat desa.
“Peran KPK sangat penting untuk memperkuat pengawasan roda pemerintahan desa. warga tidak ingin potensi besar di desa dikerdilkan oleh praktik korupsi,”
KPK sendiri melalui Direktorat Peran Serta Masyarakat terus mendorong budaya antikorupsi hingga ke tingkat nagari atau desa.
Rincian Anggaran Dana Desa Sungai Buluah 2024 yang Dipertanyakan:
- Total Dana: Rp 1.032.883.000
- Alokasi untuk Keadaan Mendesak: Rp 255.600.000 (terbagi dalam dua pencairan yang masing-masing Rp 127.800.000)
- Alokasi untuk Jalan Usaha Tani: Rp 170.471.300
- Program lain: PAUD, Posyandu, pelatihan perangkat desa, penyuluhan kesehatan, dan dukungan pendidikan.
Namun, berbagai kegiatan tersebut dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Pasar tradisional yang seharusnya dikelola sebagai pusat perekonomian lokal justru terbengkalai, penuh sampah, dan kehilangan aktivitas jual-beli rutin.